PEKANBARU-Provinsi Riau, masuk dalam salah satu Provinsi penerima perhutanan sosial (PS) dari Pemerintah pusat, seluas 1,2 juta Ha, mulai tahun 2018 lalu. Namun hingga saat ini Riau baru menerima 79 PS, dengan total luasan mencapai 124 ribu Ha. Angka ini dijelaskan oleh Pemprov Riau pada webinar membangun model pengelolan dan peluang pendanaan hutan desa di Riau, bersama Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kamis (8/4).
Gubernur Riau, Syamsuar, meminta kepada pemerintah pusat agar mempercepat realisasi PS tersebut hingga tahun 2024. Selain itu Gubri juga meminta agar pemerintah pusat memperjelas kegunaan PS, dimana hingga saat ini belum dinyatakan sukses, karena realisasinya dilapangan tidak tampak begitu jelas bagi masyarakat.
“Perhutanan Sosial berbasis masyarakat ini sangat bagus, dan juga untuk kearifan lokal, sejalan dengan komiten Riau menuju Riau hijau. Namun realisasinya masih rendah termasuk pembinaan terhadap masyarakat juga kurang. Selain itu sumberdaya manusianya juga masih belum cukup, untuk itu kami meminta agar pemerintah mempercepat realisasinya, agar bisa bermanfaat bagi masyarakat Riau,” ujar Gubri, saat menyampaikan sambutan pada webinar membangun model pengelolan dan peluang pendanaan hutan desa di Riau, Kamis (8/4).
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Mamun Murod, mengatakan saat ini pihaknya bersama Kemen LHK, terus menggesa realisasi di Riau. Hingga saat ini, di Riau sudah mendapatkan 79 PS dengan total luasan mencapai 124 ribu Ha.
“Dari 79 area PS yang sudah didapatkan tersebut, saat ini sudah ada yang berjalan namun belum terlihat nyata. Oleh karena itu, kami bekerjasama dengan Yayasan Mitra Insani (YMI) dan Winrock Internasional, untuk melakukan upaya terobosan bagaimana PS dapat berjalan efektif,” ungkapnya.
Dijaskan Murod, untuk di Riau, akan ada dua desa yang akan dijadikan pilot project untuk percepatan PS, dan dua desa tersebut berada dikawasan gambut, karena itu usaha-usaha yang dilakukan juga harus sejalan dengan apa yang menjadi bisnis yang cocok dikembangkan disana, sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
“YMI beserta Winrock sudah menyiapkan strategi untuk menjadikan pilot project di dua desa yang saat ini sudah mendapatkan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Dua desa itu yakni Desa Teluk Lanus dan Desa Rawa Mekar,” katanya.
Terpisah, Dirjen PSKL Kementrian Kehutanan, Bambang Supriyanto, membenarkan masih rendahnya realisasi PS di Riau. Dan pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah untuk mempercepatnya. Ada beberapa kendala yang menyebabkan mengapa lambatnya penanganan PS di Provinsi Riau, setelah adanya pencanangan PS dari pemerintah pusat.
“Memang untuk perhutanan sosial di Riau masih rendah, dari 1,2 juta Ha, capaiannya baru 79 surat keputusan yang dikeluarkan. Sejak tahun 2018 hingga 2019 ada kendala tentang Perda mengenai tata ruang Riau, ini menjadi kendala. Bari ditahun 2020 sudah terselesaikan, dan sudah mulai jalan akselerasinya ada 89 usulan dan akan dilakukan untuk lolos verifikasi,” jelas Bambang.
“Di Riau banyak kawasan hutan yang ada kebun sawit rakyat, mengikuti PPno 4 tahun 2021, pengembangan perhutanan sosial dihutan lindung dan produksi ada platform jangka menengah, ada 100 tanaman hutan yang ditanam. Dan dalam ketentuannya bahwa obyek yang paling lama itu 5 tahun, dengan luas 5 Ha bagi masyarakat, dan jika lebih dikenakan sangsi administrasi,” katanya lagi.
Sementara itu, Arif Budiman dari pihak Winrock mengatakan, bahwa Provinsi Riau dengan luasan gambut sebesar 4,9 juta hektar, dimana sekitar 82,44 persen mengalami kondisi rusak dingin, rusak sedang 13,20 persen rusak berat 3,80 persen dan kondisi rusak sangat berat seluas 0,08 persen.
“Kondisi yang terjadi pada gambut ini disebabkan adanya pemanfaatan gambut yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga mengubah fungsi jasa ekosistemnya. Gambut pada dasarnya adalah marginal land, maka dengan itu dibutuhkan pemberdayaan masyarakat desa dalam pengelolaan gambut terutama dalam menjaga dan mencegah kerusakan hutan gambut,” katanya. nur